Ads 368x60px

SEMANGAT MENULIS KATA

Minggu, April 17, 2011

MENGGUGAH KEWAJIBAN MELALUI TRAGEDI AHMADIYAH

Banyak yang dapat diambil dari perisiwa yang terjadi di Cikeusik Pandeglang Banten perihal tentang Jamaah Ahmadiyah Indonesia. Peristiwa seperti yang terjadi di Cikeusik sebetulnya bukan pertama kalinya terjadi di Indonesia. Pertikaian tersebut sering terjadi diarus bawah masyarakat, khususnya masyarakat awam.
Jika cendekiawan beranggapan bahwa peristiwa tersebut terjadi karena gesekan keagamaan atau masyarakat kurang bisa menerima perbedaan. Padahal sebetulnya anggapan seperti itu tidak seluruhnya benar, Hasyim Huzadi selaku mantan ketua PBNU berpendapat bahwa peristiwa tersebut bukan semata-mata dipicu oleh masalah agama melainkan lebih dipicu dari persoalan politik, social, ekonomi dibandingkan masalah agama.
Jika benar bahwa persoalan kekerasan yang terjadi disebabkan masalah agama kenapa yang tersinggung hanya masyarakat bawah, sedangkan pada elit-elit tertentu tidak terjadi persinggungan. Padahal elit-elit tersebut juga memiliki rasa tanggung jawab dan memiliki rasa fanatic terhadap agama yang diyakininya. Tetapi kenapa elit yang memiliki politik yang bagus, social yang layak serta ekonomi cukup tidak terlibat dalam pertikaian ini? Jadi masyarakat bawah hanyalah korban dari perpolitikan, social dan ekonomi yang terjadi.
Masalah Ahmadiyah di Indonesia bisa dikatakan sebuah masalah klasik yang terjadi. Para petinggi Negara atau pemerintahan tampaknya tak ingin ambil resiko besar. Sebab bisa jadi para penganut-penganutnya adalah sebagai pendukung suara duduk di kursi pemerintahan. Dulu ada suatu organisasi yang telah dinyatakan dilarang berdiri di Negara ini, tetapi setelah organisasi tersebut bersepakat dibawah salah satu partai, maka masyarakat Indonesia lupa terhadap pelarangannya, sehingga sampai sekarang organisasi terebut dengan bebas berorganisasi di Negara ini.
Ahmadiayah ada di Indonesia sudah sejak tahun 1925 dibawa oleh para pelajar Sumatra yang belajar di Qodian untuk menyebarkan misinya di Indonesia. Salah satu media yang mereka pakai dalam menyebarkan paham tersebut adalah Sinar Islam. Tetapi pada tahun 1930 saat Muktamar NU ke 5 bahwa Ahmadiyah dinyatakan sebagai aliran yang meresahkan masayarakat, bahkan dikatakan sebagai aliran yang sudah murtad. Kemudian pada tahun 1935 pada musyawarah ulama Sumatera Timur juga menyatakan bahwa aliran Ahmadiyah adalah aliran yang sesat. Tetapi masalah ini mencuat kembali saat Negara Pakistan membekukan Ahmadiyah dan menyatakan bahwa Ahmadiyah adalah aliran diluar Islam baik secara agama atau hokum Negara.
Pada tahun 1980 MUI dibawah pimpinan Buya Hamkan juga menyatakan bahwa Ahmadiyah aliran sesat dan menyesatkan. Pada tahun 2005 MUI memfatwakan bahwa Ahmadiyah murtad dan bukan dari aliran Islam. Dan terakhir pada tahun 2008 Bakorpakem menyatakan bahwa aliran Ahmadiyah perlu dibekukan dan membahayakan. Makanya Ahmadiyah perlu di bekukan segala aktifitasnya. Perlu di ketahui bahwa sejak keberadaan Ahmadiyah di Negara ini sudah meresahkan dan merusak ajaran Islam. Salah satu ajaran Ahmadiyah yang dinyatakan sesat adalah menganggap Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi setelah nabi Muhammad dan kitab Tadzkirah sebagai kumpulan wahyu yang diberikan kepada Mirza Ghulam Ahmad.
Tetapi para penganut Ahmadiyah dan para pendukung aliran ini selalu menyatakan bahwa Ahmadiyah sama dengan ajaran Islam. Padahal esensialnya bukan pada kesamaanya tetapi karena memiliki perbedaan yang sangat unrgen. Mereka menyatakan bahwa syahadatnya sama dengan ajaran Islam, sholatnya sama dengan umat Islam akan tetapi akidah yang mereka yakini tidak sama. Mereka menganggap bahwa Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi, padahal nabi Muhammad adalah nabi terakhir, kemudian mereka mereka juga meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad diberikan wahyu yang bernama Tadzkirah. Padahal Al-Quran kitab yang paling sempurna dan paling akhir diberikan kepada nabi terakhir yaitu nabi Muhammad saw.
Munculnya aliran Ahmadiyah ini dapat di ibaratkan membuat rumah dalam rumah. Artinya bahwa Ahmadiyah membuat agama dalam agama Islam. Hal inilah yang menciderai umat Islam. Sebetulnya uma Islam akan menjaga kebebasan Ahmadiyah dalam menjalankan keyakinannya seperti agama-agama lain tetapi tidak menyerupai, menodai atau mengadopsi syariat-syariat Islam. Islam menjamin kebebasan bukan penodaan atau perusakan agama. Solusi terbaik saat ini adalah Ahmadiyah menyatakan dirinya adalah agama sendiri bukan aliran dalam Islam. Jika ingin dalam aliran Islam maka Ahmadiyah mengikuti rule of Islam.
Dari peristiwa ini, tugas dari da`I dan mubaligh muslim adalah menjelaskan duduk perkara kepada masayarakat agar masyarakat paham terhadap permasalah yang terjadi. Metode dakwah perlu dievaluasi ulang, sebab dakwah saat ini masalah muamalat dan akidah sering di kesampingkan. Jika berada di pengajian atau dalam khutbah-khutbah masalah-masalah yang diajarkan atau yang diangkat hanya sebatas masalah fiqh. Sedangkan masalah social, ekonomi, politik, budaya atau akidah jarang yang menyentuhnya.
Sejak SD sampai perguruan tinggi atau bahkan di pesantren-pesantren pun jarang membicarakan masalah-masalah ekonomi, social, akidah dll. Dan yang sering di pelajari hanya masalah bab sholat, wudhu, dan masalah-masalah fiqh yang lainnya. Sehingga banyak masyarakat sering awam terhadap masalah-masalah akidah, muamalat, budaya, politik, ekonomi dll.
Semoga dengan peristiwa ini para dai, mubaligh, dosen, kyai, ustadz dll mau untuk berdakwah di tempat-tempat yang terpencil dan pada masayarakat-masayarakat yang masih awam. Ini bukan salah dangkalnya masyarakat tetapi orang-orang yang berwawasan luas dan berpengetahuan jarang yang ingin terjun pada masyarakat awam, mereka lebih senang berdakwah melalui televise dari pada di dalam pengajian, mereka lebih senang berdakwah di kalangan elit dari pada dakwah di dalam surau-surau. Mari kita jadikan peristiwa ini sebagai pukulan telak bagi orang-orang yang berilmu sehingga muncul niat untuk berdakwah lebih intens pada masayarakat.

Tidak ada komentar: