Ads 368x60px

SEMANGAT MENULIS KATA

Kamis, Mei 06, 2010

MENANGKAP KONSEP ILMU DALAM ISLAM


Pagi ini matahari bersinar dengan cerah. Cuaca yang mendung hari kemarin pagi ini tak tampak tetapi sebaliknya sinar matahari rata menyinari lingkungan kampus ISID. Aktifitas teman-teman PKU seperti biasanya. Pukul 05.30 mereka berolah raga. Yang biasa di lakukan adalah separing badminton. Olah raga ini lagi di gandrungi peserta PKU di pagi hari. Sebab jika permainan ini dilakukan sore hari maka kok nya akan terbang di terpa angin. Maklum angin di wilayah ponorogo bisa dikategorikan sangat kencang. Bulan-bulan kemarin olah raga ini tidak terlalu di gandrungi oleh peserta PKU angkatan ketiga, sebab olah raga ini bisa dikategorikan olah raga yang mahal. Mereka lebih suka bermain takraw disore hari. Tapi kini takraw kini telah ditelan masa. Yang tertinggal hanya bola takraw yang sudah mulai usang tersimpan rapi di kamar 14, kamar kepala bagian olah raga PKU angkatan ketiga.

Pagi ini Dr. Adian Husaini akan pulang ke Jakarta, tetapi sebelum perpulangan beliau ke Jakarta, beliau ingin mengajak diskusi teman-teman PKU angkatan ketiga tentang konsep ilmu. Tepat jam 08.00 Dr. Adian Husaini memasuki ruangan belajar PKU angkatan ketiga. Pagi ini beliau mengenakan pakaian koko berwarna putih dan bwahan dengan celana warna hitam, serta tak ketinggalan beliau juga membawa senjata beliau yaitu note book.

Diawal pembicaraan diskusi tentang ilmu, beliau menyinggung tentang pernyataan prof. Naquib al-Attas dalam konferensi pendidikan di Makkah tahun 1977. menurut al-Attas bahwa problem yang dimiliki oleh umat Islam ini adalah keilmuan bukan politik, ekonomi, atau yang lainnya. Problem inilah yang mendasari umat islam tertinggal jauh dengan peradaban Barat yang pada saat sekarang menguasai dunia. Sehingga umat islam tenggelam bersama buaian Barat. Apapun yang di teorikan Barat dicontek tanpa kritik oleh umat islam.

Cara pandang umat islam terhadap masalah adalah akan menentukan solusi yang dihasilkan. Seperti hizbutahrir yang memandang bahwa umat ini sedang dalam negara kaffir maka solusi yang ditawarkan adalah merebut kekuasaan. Sehingga kelompok ini habis-habisan mengadakan kegiatan yang hampir menelan dana 2,5 milyar untuk kongres hizbutahrir internasional. Bahkan kelompok ini membutuhkan 1 juta manusia untuk melakukan revolusi dan mengubah dengan tegaknya kekhilafahan. Menurut Dr. Adian bukannya tidak penting mendirikan kekhilafahan di negeri ini. Tetapi lebih penting adalah menurut beliau mendidik dan membekali ilmu pada generasi. Sebab jika kekhilafahan ini berdiri tetapi manusia-manusianya masih seperti sebelumnya maka yang terjadi adalah sama saja. Bahkan ini merupakan jebakan yang tidak dirasa.

Menurut Dr. Adian disaat khilafah ini berdiri, umat islam sudah memiliki stok yang akan mengisi pos-pos yang dibutuhkan. Seperti jaksanya, hakimnya, polisinya, enterpreneurnya, pendidiknya dll. Mereka semuanya harus ber worldview islam. Jika tidak maka, hasilnya akan sama saja dengan sebelum kekhilafahan berdiri. Menurut beliau kekhilafahan bukanlah solusi utama. Sebab kekhilafahan utsmani jatuh juga pada saat masa kekhilafahan. Jadi adanya kekhilafahan tidak menjamin problematikan umat terselesaikan. Islam maju karena peradaban ilmunya. Barat juga sempat mencontek peradaban ini. Sehingga bisa kita lihat lingkungan keilmuannya mendominasi dalam kehidupan. Sengkan banyak dari kalangan umat islam meninggalkan tradisi keilmuannya. Mereka lebih mengembangkan tradisi materialistiknya.

Banyak kalangan umat islam sekolah hanya untuk mencari materi. Umat tertipu dengan kata kesenangan dan kenikmatan. Padahal konsep tertinggi adalah kebahagiaan. Yang memiliki harta berlimpah ruah tidak bisa bahagia, mereka malah disibukkan dengan hartanya.

Ada dua jenis problem keilmuan dalam islam. Yang pertama adalah kebodohan dan yang kedua adalah kekacauan. Sistem pendidikan yang sekarang menurut Dr. Adian merupakan strategi musuh-musuh islam untuk menjauhkan umat dari agamanya. Beliau mencontohkan pada saat beliau pergi ke Inggris menemui para mahasiswa calon kandidat doktor di bidang sains. Pada waktu itu beliau mendapatkan pendapat para mahasiswa tersebut bahwa masalah agama adalah biarkan tanggung jawab para da`i, mubaligh dan para guru agama saja, sedangkan kami-kami ini mengikuti mereka saja. Disinilah kerancuan umat ini. Mereka sedang dipecah belah dengan sistem yang berusaha menjauhkan umat dari agamanya. Padahal dalam islam tidak ada perbedaan antara sains dengan agama. Yang mempelajari sains juga harus bertanggung jawab terhadap agama dan yang belajar agama pun dituntut untuk belajar sains.

Pengkotak-kotakan ini pun terjadi didalam perguruan tinggi islam. Padahal kalimat universitas adalah berasal dari kata universal. Jadi diharapkan setelah memasuki perguruan tinggi atau universitas mereka menjadi generasi yang universal atau dalam bahasa islam disebut dengan insan kamil bukan insan juziyyah atau parsial. Tetapi sistem tersebut sudah dipakai dalam perguruan tinggi islam sendiri. Sistem tersebut menjadikan umat ini terpecah belah sehingga seakan-akan dalam islam terdapat dikotomi keilmuan padahal tidak. Selain itu juga fakultas adalah berarti bagian tubuh atau panca indera. Dengan panca indera ini atau fakultas ini manusia dapat menggunakan kemampuannya dengan maksimal mungkin, bukan hanya menggunakan salah satu bagian saja. Tetapi kenyataanya berbeda. Dalam pendidikan perguruan tinggi islam sendiri mengadopsi metodologi Barat. Akhirnya lulusan perguruan tinggi islam yang berkonsentrasi dalam jinayah sahsiah umpamanya hanya mampu mendalami bidang tersebut sedangkan dalam bidang yang lainya umat tidak mampu mencerna. Atau dalam bidang kimia atau fisika atau bahasa pun demikian. Ketika terdapat problematika masyarakat tentang agama atau pun sosial mereka tidak mampu menjawab tantangan. Inilah konsep Barat yang mendekotomi keilmuan.

Tidak berhenti disitu. Dalam pendidikan dasar pun sudah mulai di bedakan. Apalagi jika melihat tingkat kualitas pendidikan di indonesia. Bulan mei kemarin kelulusan SMP/MTs, SMK/MA/SMA seindonesia telah diumumkan tetapi dari pengumuman tersebut berdampak sangat besar terhadap tingkat kehidupan umat ini. Banyak dari kalangan pelajar yang sangat depresi terhadap sistem ini. Banyak yang dikorbankan. Baik dari kalangan pemerintah, orang tuan, penyelenggara sekolah ataupun peserta didik.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Problem hubungan agama dengan ilmu.

Sebelum kita berbicara secara panjang lebar seputar hubungan antara agama dengan ilmu dengan segala problematika yang bersifat kompleks yang ada didalamnya maka untuk mempermudah mengurai benang kusut yang terjadi seputar problematika hubungan antara agama dengan ilmu maka kita harus mengenal terlebih dahulu dua definisi pengertian ‘ilmu’ yang jauh berbeda satu sama lain,yaitu definisi pengertian ‘ilmu’ versi sudut pandang Tuhan dan versi sudut pandang manusia yang lahir melalui kacamata sudut pandang materialist.
Pertama adalah definisi pengertian ‘ilmu’ versi sudut pandang materialistik yang kita kenal sebagai ‘saintisme’ yang membuat definisi pengertian ‘ilmu’ sebagai berikut : ‘ilmu adalah segala suatu yang sebatas wilayah pengalaman dunia indera’,(sehingga bila mengikuti definisi saintisme maka otomatis segala suatu yang bersifat abstrak - gaib yang berada diluar wilayah pengalaman dunia indera menjadi tidak bisa dimasukan sebagai wilayah ilmu).faham ini berpandangan atau beranggapan bahwa ilmu adalah ‘ciptaan’ manusia sehingga batas dan wilayah jelajahnya harus dibingkai atau ditentukan oleh manusia.
Kedua adalah definisi pengertian ‘ilmu’ versi sudut pandang Tuhan yang mengkonsepsikan ‘ilmu’ sebagai suatu yang harus bisa mendeskripsikan keseluruhan realitas baik yang abstrak maupun yang konkrit sehingga dua dimensi yang berbeda itu bisa difahami secara menyatu padu sebagai sebuah kesatuan system.pandangan Ilahiah ini menyatakan bahwa ilmu adalah suatu yang berasal dari Tuhan sehingga batas dan wilayah jelajahnya ditentukan oleh Tuhan dan tidak bisa dibatasi oleh manusia,artinya bila kita melihatnya dengan kacamata sudut pandang Tuhan dalam persoalan cara melihat dan memahami ‘ilmu’ manusia harus mengikuti pandangan Tuhan.
Bila kita merunut asal muasal perbedaan yang tajam antara konsep ilmu versi saintisme dengan konsep ilmu versi Tuhan sebenarnya mudah : kekeliruan konsep ‘ilmu’ versi saintisme sebenarnya berawal dari pemahaman yang salah atau yang ‘bermata satu’ terhadap realitas,menurut sudut pandang materialist ‘realitas’ adalah segala suatu yang bisa ditangkap oleh pengalaman dunia indera,sedang konsep ‘realitas’ versi Tuhan : ‘realitas’ adalah segala suatu yang diciptakan oleh Tuhan untuk menjadi ‘ada’,dimana seluruh realitas yang tercipta itu terdiri dari dua dimensi : yang abstrak dan yang konkrit,analoginya sama dengan realitas manusia yang terdiri dari jiwa dan raga atau realitas komputer yang terdiri dari software dan hard ware.
Berangkat dari pemahaman terhadap realitas yang bersifat materialistik seperti itulah kaum materialist membuat definisi konsep ilmu sebagai berikut : ‘ilmu adalah segala suatu yang sebatas wilayah pengalaman dunia indera’ dan metodologi ilmu dibatasi sebatas sesuatu yang bisa dibuktikan secara empirik.
Ini adalah konsep yang bertentangan dengan konsep dan metodologi ilmu versi Tuhan,karena realitas terdiri dari dua dimensi antara yang konkrit dan yang abstrak maka dalam pandangan Tuhan (yang menjadi konsep agama) konsep ‘ilmu’ tidak bisa dibatasi sebatas wilayah pengalaman dunia indera dan metodologinya pun tidak bisa dibatasi oleh keharusan untuk selalu terbukti langsung secara empirik oleh mata telanjang,sebab dibalik realitas konkrit ada realitas abstrak yang metodologi untuk memahaminya pasti berbeda dengan metodologi untuk memahami ilmu material (sains),dan kedua : manusia bukan saja diberi indera untuk menangkap realitas yang bersifat konkrit tapi juga diberi akal dan hati yang memiliki ‘mata’ dan pengertian untuk menangkap dan memahami realitas atau hal hal yang bersifat abstrak.dimana akal bila digunakan secara maksimal (tanpa dibatasi oleh prinsip materialistik) akan bisa menangkap konstruksi realitas yang bersifat menyeluruh (konstruksi yang menyatu padukan yang abstrak dan yang konkrit),dan hati berfungsi untuk menangkap essensi dari segala suatu yang ada dalam realitas ke satu titik pengertian.