Ads 368x60px

SEMANGAT MENULIS KATA

Rabu, Juni 15, 2011

Akar Raadikalisme di indonesia

Ahmad Adib Musthofa*

Saat ini masyarakat indonesia merasa tidak aman terhadap kegiatan yang mereka dilakukan. Rasa ketidak percayaan terhadap segala sesuatu kini mulai hilang dan yang tersisa adalah rasa saling mencurigai. Hal ini dilatar belakangi dengan maraknya kabar tentang peledakan bom yang terjadi di wilayah indonesia. Saat ini masyarakat memiliki rasa curiga yang sangat tinggi sehingga menghilangkan rasa aman pada dirinya dan lingkungan sekitar.
Maraknya kabar tentang pengeboman yang terjadi di indonesia pada saat ini menjadi fenomena yang menakutkan bagi masyarakat. Imbas dari kabar tersebut adalah pada kegiatan kerohisan yang dilakukan dilembaga pendidikan. Kegiatan kerohisan yang dilakukan pelajar dan mahasiswa menjadi momok bagi orang tua terhadap anaknya. Padahal sebelum terjadinya peristiwa peledakan bom, orang tua sangat bangga jika anaknya ada dalam kegiatan tersebut, akan tetapi setelah terjadi peristiwa peledakan bom, kebanggaan orang tua terhadap kegiatan kerohisan berubah menjadi khawatir dan takut merasa terancam jika anaknya berada pada kegiatan tersebut.
Kekhawatiran orang tua terhadap anaknya yang mengikuti kerohisan dilatar belakangi karena pelaku peledakan bom yang dihubung-hubungkan dengan ajaran islam, dakwah, serta buku-buku tentang keislaman serta tak luput juga dari tema pembahasan tentang jihad. Jika benar kekhawatiran masyarakat ini berdasarkan hal tersebut, maka ini membuktikan bahwa media memiliki peran penting dalam menggiring masayarakat untuk takut pada islam. Sebab selama ini media memiliki peran menginformasikan pada masyarakat. Media hanya melihat sisi fisik yang ada atau yang tersisa di kediaman para pelaku bom. Jika ingin mempelajari bahwa Islam masuk di indonesia sudah berabad-abad lamanya, tapi mengapa peledakan bom ini baru terjadi pada saat ini, itulah yang menjadi pertanyaan bagi kita semuanya.
Ajaran islam sudah di ajarkan rosulullah berabad-abad kemudian di teruskan oleh para sahabat hingga sampai ke para wali yang membawa ajaran islam ke indonesia. Tapi selama itu kejadian peledakan bom baru terjadi pada saat ini itupun terjadi hanya di indonesia. Bahkan selama indonesia pada masa merintis kemerdekaan NKRI sampai masa merintis reformasi, terorisme tidak terjadi seperti saat ini. Tapi kini seakan-akan ajaran islam serta kegiatannya menjadi sorotan yang sangat menakutkan. Padahal islam tidak seganas yang mereka sangka. Walaupun pelaku peledakan bom itu beragama islam tetapi hal itu tidak bisa menjadi alasan memojokkan ajaran-ajaran agama sebagai akar ketidakstabilan keamanan saat ini.
Akar masalah ini sebetulnya bukan pada ajaran islam atau ayat-ayat suci yang diajarkan di lembaga pendidikan, akan tetapi jika ingin benar-benar melihat bahwa akar masalah dari peledakan bom yang terjadi adalah faktor ketidakadilan. Adil berarti menempatkan sesuatu pada tempatnya. Tapi yang terjadi saat ini banyak sesuatu yang tidak ditempatkan pada tempatnya. Sehingga masayarakat merasakan adanya ketidak adilan. Ketidakadilan itu sangat dirasakan oleh masyarakat.
Masyarakat bisa berbuat sesuatu yang tak disangka-sangka atau berbuat yang tak terduga jika mereka merasa lelah dan terhimpit dengan problema kehidupan yang mereka rasakan atau yang mereka lihat. Problema itu bisa muncul pada bidang politik, sosial, budaya, pendidikan dan yang lebih sensitif lagi adalah ekonomi.
Jika salah satu dosen filsafat yang ada disalah satu universitas ternama di indonesia mengatakan bahwa munculnya pemikiran-pemikiran yang mengarah pada faham radikalisme dikarenakan masuknya ayat-ayat suci dalam proses pembelajaran, maka ungkapan tersebut tak berasalan. Sebab ayat-ayat suci berada dalam lingkungan pembelajaran sudah sejak dulu, bahkan sebelum sang dosen itu lahir, ayat-ayat suci sudah dalam proses pembelajaran tetapi selama itu juga tidak terjadi seperti apa yang difikirkan oleh sang dosen.
Ungkapan dosen tersebut bisa bertendensi bahwa ajaran agama tidak layak diajarkan disuatu lembaga pendidikan. Bahkan lebih parahnya lagi dosen filsat tersebut juga mengkritisi tujuan UU Sisdiknas. Dalam UU Sisdiknas tujuan pendidikan adalah menghasilkan insan yang berakhlak mulia. Menurut dosen tersebut itu tujuan yang salah. Menurut dosen tersebut bahwa seharusnya tujuan pendidikan adalah menghasilkan akal yang kritis bukan insan yang berakhlak mulia. Sang dosen mengatakan bahwa akhlak bukan tanggung jawab lembaga pendidikan melainkan tanggung jawab agama dan keluarga.

Tidak ada komentar: